Entri Populer
-
1. Abdullah bin Abu Ishak Ia belajar al-Qur’an dari Yahya bin Ya’mur dan Nashr bin Ashim dan belajar nahwu dari Maimun al-Aqran. Dikatakan ...
-
Ilmu Nahwu (gramatika bahasa Arab) sejak awal perkembangannya sampai sekarang senantiasa menjadi bahan kajian yang dinamis di kalangan para ...
-
A. STUDI NAHWU MAZHAB BASHRAH Bashrah adalah kota perdagangan di pinggir negara-negara Arab . Di ...
-
Dorongan utama dari penyusunan Ilmu Nahwu ini adalah semata-mata untuk membentengi bahasa Arab dari kesalahan-ungkap (lahn) yang pada masa i...
-
Madzhab Andalusia mulai memperhatikan ilmu nahwu pada abad ke-17. Di antara tokoh madzhab Andalusia modern, yaitu: 1). Ibnu al-Hajj - Nam...
-
A. Penamaan Ilmu Nahwu, pengarang dan perkembangannya. Ketika Islam mampu mengembangkan sayapnya ke belahan dunia. Maka, secara otomatis ba...
-
Adalah Sibawaehi (Nama lengkapnya: ‘Amr ibn Utsman Ibn Qunbar [148-180 H./765-795 M.]) pengarang al-Kitâb yang terkenal itu. Julukannya adal...
-
USHUL NAHWU: TOKOH MADZHAB ANDALUSIA MODERN (HAL. 317-326) : "Madzhab Andalusia mulai memperhatikan ilmu nahwu pada abad ke-17. Di anta...
-
Madzhab Basrah atau madrasah Bashrah adalah madzhab yang dirintis oleh ‘Anbasah, salah seorang yang disebut-sebut oleh Khalil bin Ahmad al-F...
-
1. Karena adanya ujaran yang tidak benar Perhatian yang sangat besar untuk melakukan modifikasi bahasa arab menjadi alat komunikasi ya...
Jumat, 14 Januari 2011
USHUL NAHWU: TOKOH MADZHAB ANDALUSIA MODERN (HAL. 317-326)
USHUL NAHWU: TOKOH MADZHAB ANDALUSIA MODERN (HAL. 317-326): "Madzhab Andalusia mulai memperhatikan ilmu nahwu pada abad ke-17. Di antara tokoh madzhab Andalusia modern, yaitu: 1). Ibnu al-Hajj - Nama ..."
Kamis, 13 Januari 2011
ILMU NAHWU DAN ABU ASWAD AD-DHUALI
A. Penamaan Ilmu Nahwu, pengarang dan perkembangannya.
Ketika Islam mampu mengembangkan sayapnya ke belahan dunia. Maka, secara otomatis bahasa arab juga ikut andil dalam hal itu. Karena disamping sebagai bahasa resmi umat islam terutama shalat, juga Negara Arab sebagai tempat turunnya agama Islam, yang ketika itu Makkah sebagai daerahnya. Karena itu, bahasa arab akhirnya banyak yang ingin mempelajarinya sehingga tidak terlepaslah dari percampuran dengan bahasa lain yang secara pasti akan merubah susunan gramatikalnya. Akhirnya, fenomena ini menjadi perhatian penting pencinta dan pemerhati bahasa arab sendiri, karena seringnya mereka menemukan kesalahan (lahn) dalam berbicara dan penulisan. Hal ini terjadi, tidak lepas karena orang non arab (azam) dalam berbicara keseharian masih selalu menggunakan bahasa negaranya sendiri, sehingga ketika berbicara dengan orang yang berketurunan arab selalu terdapat kesalahan dalam melafalkan kalimat.
Dalam satu riwayat disebutkan, bahwa Abu Al-Aswad Ad-Dhual sebagai pencinta dan pemerhati bahasa arab yang tinggal di negeri Basrah (sekarang, Irak) pernah menemukan seorang qori sedang mentilawahkan al-Qur an. Ketika itu, qori tersebut membaca kata "rasuulihi" yang terdapat dalam ayat "innallaaha bariiun minalmusyrikiin wa rasuuluhu" dengan berbaris bawah (kasrah) dengan maksud meng'athaf kannya kepada kata" al-musyrikiin". Dan dalam riwayat yang lain, suatu malam Abu Al-Aswad Al-Dhual sedang duduk di balkon bersama putri kesayangannya, ketika sang putri melihat bintang-bintang di langit begitu indah sekali dengan menimbulkan cahaya yang gemilang, sehingga timbul kekagumannya dan mengatakan "ma ahsannus sama a" sebagai badal dari kalimat kagum (ta'azzub) yang seharusnya "ma ahsanasama i". Dan telah banyak ia mendengar keselahan-kesalahan masyarakat pada waktu itu dalam berbicara, sehingga timbul kekhawatirannya akan rusaknya estetika gramatikal bahasa arab dari wujud aslinya. Kemudian ia pergi mengadukan hal-hal yang pernah ditemukannya, yang berkaitan dengan kerusakan estetika gramatikal bahasa arab kepada Saidina Ali Ra.
B. Aliran-aliran ilmu nahwu (Madaaris an-Nahwiyah).
Setelah tersusunnya ilmu gramatikal bahasa arab dan banyaknya para ulama yang telah memperjelas ilmu tersebut. Hal ini, mengakibatkan timbulnya aliran-aliran dalam ilmu nahwu, yang disebabkan adanya khilaf dikalangan para ulama nahwu dalam menentukan posisi (mahal) kata dalam suatu kalimat. Beda persepsi ini, tidak luput dari pengaruh daerah para ulama tersebut menetap. Diantara aliran-aliran ilmu nahwu (Madaaris an-Nahwiyah) tersebut: aliran (madrasah) Al-Basrah, Kufah, Baghdad, Andalus dan Mesir. Namun, aliran (madrasah) yang paling terkenal dalam kitab-kitab nahwu hanya dua, Basrah dan Kufah.
1. Aliran (Madrasah) Basrah.
Aliran (Madrasah) ini berkembang pesat hingga terkenal di kalangan para ulama nahwu (Nahwiyyiin), dikarenakan begitu semangat dan gigihnya para pelajar (thalib) dalam mempelajari ilmu nahwu yang langsung diajar oleh penyusun kitab nahwu pertama kali, Abu Aswad ad-Dhuali. Sebab utama begitu semangatnya mereka dalam mendalami ilmu nahwu, ketika itu Negeri Basrah telah bercampur penduduknya antara pribumi (baca; warga Basrah) dengan non pribumi (azam) yang hidup layaknya seperti penduduk asli. Bahasa arab merupakan bahasa resmi negara pada waktu itu, namun karena adanya percampuran non pribumi dalam negeri itu yang secara otomatis mengakibatkan adanya kerusakan dalam susunan tata bahasa arab. Sibawaihi merupakan salah satu produk aliran (madrasah) Basrah, yang telah mengarang buku nahwu yang berjudul "al-Kitab". Diantara ciri khas aliran (madrasah) Basrah selalu berpegang pada pendapat jumhur bahasa (lughoh) bila terdapat khilaf. Jika terdapat yang menyalahi jumhur mereka takwilkan atau menggolongkannya sebagai kelompok yang ganjil (syaz), dan aliran (madrasah) ini selalu menggunakan sima'i dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan gramatikal bahasa arab.
2. Aliran (Madrasah) Kufah.
Negeri Kufah terkenal sebagai Negerinya para Muhadditsin, Penyair dan Qira ah. Sehingga terdapat di dalamnya tiga ulama yang masyhur dalam qira ah seperti kisai, Ashim Bin Abi Al-Nujud dan Hamzah. Kisaai termasuk pendiri aliran (Madrasah) Kufah. Penadapatnya terhadap suatu masalah dalam gramatikal bahasa arab selalu menjadi acuan, baik pengikutnya maupun yang lainnya. Ciri khas aliran (madrsah) ini, lebih sering menggunakan qiyas dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan gramatikal bahasa� arab. Jadi, begitu indahnya bahasa arab memiliki pemerhati bahasa yang mampu menjaga estetika bahasa itu sendiri. Bagaimana dengan bahasa Indonesia, akankah tetap memiliki estetika bahasa yang tinggi? Semoga!
Ketika Islam mampu mengembangkan sayapnya ke belahan dunia. Maka, secara otomatis bahasa arab juga ikut andil dalam hal itu. Karena disamping sebagai bahasa resmi umat islam terutama shalat, juga Negara Arab sebagai tempat turunnya agama Islam, yang ketika itu Makkah sebagai daerahnya. Karena itu, bahasa arab akhirnya banyak yang ingin mempelajarinya sehingga tidak terlepaslah dari percampuran dengan bahasa lain yang secara pasti akan merubah susunan gramatikalnya. Akhirnya, fenomena ini menjadi perhatian penting pencinta dan pemerhati bahasa arab sendiri, karena seringnya mereka menemukan kesalahan (lahn) dalam berbicara dan penulisan. Hal ini terjadi, tidak lepas karena orang non arab (azam) dalam berbicara keseharian masih selalu menggunakan bahasa negaranya sendiri, sehingga ketika berbicara dengan orang yang berketurunan arab selalu terdapat kesalahan dalam melafalkan kalimat.
Dalam satu riwayat disebutkan, bahwa Abu Al-Aswad Ad-Dhual sebagai pencinta dan pemerhati bahasa arab yang tinggal di negeri Basrah (sekarang, Irak) pernah menemukan seorang qori sedang mentilawahkan al-Qur an. Ketika itu, qori tersebut membaca kata "rasuulihi" yang terdapat dalam ayat "innallaaha bariiun minalmusyrikiin wa rasuuluhu" dengan berbaris bawah (kasrah) dengan maksud meng'athaf kannya kepada kata" al-musyrikiin". Dan dalam riwayat yang lain, suatu malam Abu Al-Aswad Al-Dhual sedang duduk di balkon bersama putri kesayangannya, ketika sang putri melihat bintang-bintang di langit begitu indah sekali dengan menimbulkan cahaya yang gemilang, sehingga timbul kekagumannya dan mengatakan "ma ahsannus sama a" sebagai badal dari kalimat kagum (ta'azzub) yang seharusnya "ma ahsanasama i". Dan telah banyak ia mendengar keselahan-kesalahan masyarakat pada waktu itu dalam berbicara, sehingga timbul kekhawatirannya akan rusaknya estetika gramatikal bahasa arab dari wujud aslinya. Kemudian ia pergi mengadukan hal-hal yang pernah ditemukannya, yang berkaitan dengan kerusakan estetika gramatikal bahasa arab kepada Saidina Ali Ra.
B. Aliran-aliran ilmu nahwu (Madaaris an-Nahwiyah).
Setelah tersusunnya ilmu gramatikal bahasa arab dan banyaknya para ulama yang telah memperjelas ilmu tersebut. Hal ini, mengakibatkan timbulnya aliran-aliran dalam ilmu nahwu, yang disebabkan adanya khilaf dikalangan para ulama nahwu dalam menentukan posisi (mahal) kata dalam suatu kalimat. Beda persepsi ini, tidak luput dari pengaruh daerah para ulama tersebut menetap. Diantara aliran-aliran ilmu nahwu (Madaaris an-Nahwiyah) tersebut: aliran (madrasah) Al-Basrah, Kufah, Baghdad, Andalus dan Mesir. Namun, aliran (madrasah) yang paling terkenal dalam kitab-kitab nahwu hanya dua, Basrah dan Kufah.
1. Aliran (Madrasah) Basrah.
Aliran (Madrasah) ini berkembang pesat hingga terkenal di kalangan para ulama nahwu (Nahwiyyiin), dikarenakan begitu semangat dan gigihnya para pelajar (thalib) dalam mempelajari ilmu nahwu yang langsung diajar oleh penyusun kitab nahwu pertama kali, Abu Aswad ad-Dhuali. Sebab utama begitu semangatnya mereka dalam mendalami ilmu nahwu, ketika itu Negeri Basrah telah bercampur penduduknya antara pribumi (baca; warga Basrah) dengan non pribumi (azam) yang hidup layaknya seperti penduduk asli. Bahasa arab merupakan bahasa resmi negara pada waktu itu, namun karena adanya percampuran non pribumi dalam negeri itu yang secara otomatis mengakibatkan adanya kerusakan dalam susunan tata bahasa arab. Sibawaihi merupakan salah satu produk aliran (madrasah) Basrah, yang telah mengarang buku nahwu yang berjudul "al-Kitab". Diantara ciri khas aliran (madrasah) Basrah selalu berpegang pada pendapat jumhur bahasa (lughoh) bila terdapat khilaf. Jika terdapat yang menyalahi jumhur mereka takwilkan atau menggolongkannya sebagai kelompok yang ganjil (syaz), dan aliran (madrasah) ini selalu menggunakan sima'i dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan gramatikal bahasa arab.
2. Aliran (Madrasah) Kufah.
Negeri Kufah terkenal sebagai Negerinya para Muhadditsin, Penyair dan Qira ah. Sehingga terdapat di dalamnya tiga ulama yang masyhur dalam qira ah seperti kisai, Ashim Bin Abi Al-Nujud dan Hamzah. Kisaai termasuk pendiri aliran (Madrasah) Kufah. Penadapatnya terhadap suatu masalah dalam gramatikal bahasa arab selalu menjadi acuan, baik pengikutnya maupun yang lainnya. Ciri khas aliran (madrsah) ini, lebih sering menggunakan qiyas dalam memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan gramatikal bahasa� arab. Jadi, begitu indahnya bahasa arab memiliki pemerhati bahasa yang mampu menjaga estetika bahasa itu sendiri. Bagaimana dengan bahasa Indonesia, akankah tetap memiliki estetika bahasa yang tinggi? Semoga!
MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA ILMU NAHU KARENA BEBERAPA FACTOR
1. Karena adanya ujaran yang tidak benar
Perhatian yang sangat besar untuk melakukan modifikasi bahasa arab menjadi alat komunikasi yang efektif. Perluasan daerah kekuasaan islam yang amat cepat telah menyebabkan banyaknya orang-orang non Arab yang masuk islam, sehingga mengakibatkan terjadinya suatu proses arabisasi yang besar-besaran. Hal ini menimbulkan dan mengakibatkan perkembangan bahasa yang tak diperkirakan sebelumnya. Bahasa Arab yang masih dalam keadaan sederhana, tiba-tiba berada jauh diluar semenanjung Arabia.. Bahkan bahasa Arab telah menjadi bahasa yang dapat memenuhi alat komunikasi antar kabilah. Tetapi hal itu tidak demikian halnya, ketika bahasa Arab menjadi bahasa untuk sedemikian banyaknya negeri asing, sejak awal situasi ini telah menimbulkan masalah kebahasaan yang sangat pelik tidak hanya bagi orang arab sendiri, tetapi juga bagi orang-orang asing yang baru masuk islam. Dari persoalan tersebut muncul ujaran dalam bahasa Arab yang tidak benar, tidak fasih yang dinamakan (lahn) yang keluar dari kemurnian bahasa Arab Padahal bahasa Arab senantiasa menekankan keserasian, kesempurnaan seperti apa yang dicontohkan oleh struktur Al-Quran, dialek Quraisy dan puisi-puisa lama tanpa ada pengaruh asing.
2. Munculnya perbedaan Bacaan Al-Qur’an
3. Pada masa Khalifah Abu Bakr terjadi kemurtadan yang menyebabkan timbulnya perang Ridda, akibat perang ini banyak sekali penghafal Al-Quran yang gugur, lalu atas inisiatif Umar Bin Khattab AlQur’an mulai ditulis dan dikumpulkan. Pada masa Ustman bin Affan, perhatian terhadap Al –Quran semakin besar terbukti banyaknya pembaca Al-Qur’an dan mereka saling menganggap benar hafalannya,sehingga mereka mengatakan bacaan saya lebih utama/benar daripada bacaan kamu. Keadaan ini membuat Ustman merasa khawatir akan kemurnian Al-Qur’an karena perbedaan tersebut. Kemudian Ustman menjadikan Al-Quran yang ada sekarang merupakan karya besar dimasa pemerintahannya.
1. Keinginan memahami Al-Qur’an
Dokumen yang paling baik dan terpercaya tentang keadaan AlQur’an yang berisi ajaran Islam. Penyebaran dan perkembangan islam menyebabkanAl-Quran menjadi kitab yang paling sempurna dan paling dimuliakan, Al-Qur’an telah membawa seperangkat nilai-nilai baru,ungkapan-ungkapan baru dan konsep-konsep tentang kehidupan yang belum ada sebelumnya. Dan AlQuran telah memberikan cakupan dan wawasan dalam akidah ritual, hokum politik dan sebagainya. Dari fenomena ini semua kaum muslimin mempunyai ambisi yang luar biasa keinginan memahami Al-Qur’an.
1. Kesadaran muncul dari kalangan orang Arab
Kesadaran yang muncul dari orang-orang arab ini bahwa mereka menyadari peran bahasa Arab yang sangat luar biasa dalam berbagai sarana dan juga bahasa Arab merupakan mukjat Al-Quran dari aspek kebahasaannya. Dari keutamaan itulah bangsa arab berupaya agar bahasa Arab selalu exis dalam menghadapi berbagai kemajuan zaman.
Perhatian yang sangat besar untuk melakukan modifikasi bahasa arab menjadi alat komunikasi yang efektif. Perluasan daerah kekuasaan islam yang amat cepat telah menyebabkan banyaknya orang-orang non Arab yang masuk islam, sehingga mengakibatkan terjadinya suatu proses arabisasi yang besar-besaran. Hal ini menimbulkan dan mengakibatkan perkembangan bahasa yang tak diperkirakan sebelumnya. Bahasa Arab yang masih dalam keadaan sederhana, tiba-tiba berada jauh diluar semenanjung Arabia.. Bahkan bahasa Arab telah menjadi bahasa yang dapat memenuhi alat komunikasi antar kabilah. Tetapi hal itu tidak demikian halnya, ketika bahasa Arab menjadi bahasa untuk sedemikian banyaknya negeri asing, sejak awal situasi ini telah menimbulkan masalah kebahasaan yang sangat pelik tidak hanya bagi orang arab sendiri, tetapi juga bagi orang-orang asing yang baru masuk islam. Dari persoalan tersebut muncul ujaran dalam bahasa Arab yang tidak benar, tidak fasih yang dinamakan (lahn) yang keluar dari kemurnian bahasa Arab Padahal bahasa Arab senantiasa menekankan keserasian, kesempurnaan seperti apa yang dicontohkan oleh struktur Al-Quran, dialek Quraisy dan puisi-puisa lama tanpa ada pengaruh asing.
2. Munculnya perbedaan Bacaan Al-Qur’an
3. Pada masa Khalifah Abu Bakr terjadi kemurtadan yang menyebabkan timbulnya perang Ridda, akibat perang ini banyak sekali penghafal Al-Quran yang gugur, lalu atas inisiatif Umar Bin Khattab AlQur’an mulai ditulis dan dikumpulkan. Pada masa Ustman bin Affan, perhatian terhadap Al –Quran semakin besar terbukti banyaknya pembaca Al-Qur’an dan mereka saling menganggap benar hafalannya,sehingga mereka mengatakan bacaan saya lebih utama/benar daripada bacaan kamu. Keadaan ini membuat Ustman merasa khawatir akan kemurnian Al-Qur’an karena perbedaan tersebut. Kemudian Ustman menjadikan Al-Quran yang ada sekarang merupakan karya besar dimasa pemerintahannya.
1. Keinginan memahami Al-Qur’an
Dokumen yang paling baik dan terpercaya tentang keadaan AlQur’an yang berisi ajaran Islam. Penyebaran dan perkembangan islam menyebabkanAl-Quran menjadi kitab yang paling sempurna dan paling dimuliakan, Al-Qur’an telah membawa seperangkat nilai-nilai baru,ungkapan-ungkapan baru dan konsep-konsep tentang kehidupan yang belum ada sebelumnya. Dan AlQuran telah memberikan cakupan dan wawasan dalam akidah ritual, hokum politik dan sebagainya. Dari fenomena ini semua kaum muslimin mempunyai ambisi yang luar biasa keinginan memahami Al-Qur’an.
1. Kesadaran muncul dari kalangan orang Arab
Kesadaran yang muncul dari orang-orang arab ini bahwa mereka menyadari peran bahasa Arab yang sangat luar biasa dalam berbagai sarana dan juga bahasa Arab merupakan mukjat Al-Quran dari aspek kebahasaannya. Dari keutamaan itulah bangsa arab berupaya agar bahasa Arab selalu exis dalam menghadapi berbagai kemajuan zaman.
Minggu, 09 Januari 2011
KISAH PERJALANAN HIDUP SIBAWAEHI
Adalah Sibawaehi (Nama lengkapnya: ‘Amr ibn Utsman Ibn Qunbar [148-180 H./765-795 M.]) pengarang al-Kitâb yang terkenal itu. Julukannya adalah: “Abu Bisyr” tapi orang banyak mengenalnya: “Sibawaehi”. Dalam bahasa Persia, kata Sibawaehi artinya: harum buah apel.Imam pakar Ilmu Nahwu ini dilahirkan di suatu komunitas besar di kota Baidha’, salah satu kota di propinsi Istikhar, Persia (Iran sekarang).
Dalam umur yang relatif dini, Sibawaehi kecil bersama keluarganya hijrah ke kota Bashrah meninggalkan tanah kelahirannya, Baidha’. Dunia metropolitan Bashrah yang menjadi basis keilmuan Islam saat itu merupakan saksi awal keilmuan Sibawaehi dibangun dan ditata. Di situlah tempat ia menuntut ilmu bersama para ulama-ulama terkemuka di zamanya hingga ajal menjemput di usia yang belum terlalu tua, tahun 180 H. Ia menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang di kota Ahwaz, Iran.
Hingar-bingar keilmuan Bashrah membuat Sibawaehi kecil kerasan alias beta, dengan tekun ia belajar Hadits dalam halaqah Syeikh Himad ibn Salamah ibn Dinar, salah seorang Muhadist termashur saat itu. Dalam kegigihan itu, Sibawaehi mendapati lahn (kesalahan-ungkap) pada pembelajaran Syeikh ketika membacakan beberapa hadist Nabi. Ia kecewa dengan sang guru. Dirinya bertekat tidak mengulangi kesalahan tersebut (lahn) sebagaimana telah dialami Syeikh Himad. Di sinilah awal Sibawaehi tergiur belajar bahasa Arab agar terhindar dari lahn yang mengjengkelkan itu.
Karya Monumental Sibawaehi: “al- Kitâb”
Hampir disetiap diktat Ilmu Nahwu yang kita pelajari tak pernah lepas dari rujukan yang bersumber dari al-Kitâb Sibawaehi. Benar juga kesaksian yang mengatakan kitab-kitab Nahwu selepas Sibawaehi tidak lebih dari sekedar pengulangan-pengulangan al-Kitâb, serasa tidak ada referensi lain selain karya dari aliran Bashrah itu. Hal ini bukti ketajaman dan ketelitian pengarang dalam mempelajari gramatika bahasa Arab.
Al-Kitâb Sibawaehi terdiri tiga juz dan terdapat 1500 bait syi’ir yang dimulai dari bab kalam dan diakhiri dengan bab jer. Konon, sejarah dinamakan al-kitab ini merupakan kumpulan tulisan Sibawaehi tentang kaidah Bahasa Arab yang lebih dominan membahasa tentang Ilmu Nahwu. Tanpa menafikan ilmu Balaghah di dalamnya. Kemudian setelah beliau wafat, maka para ulama bahasa membukukan tulisan-tulisannya dengan nama yang megah: “al-Kitâb”.
Abu Ja’far berkata, Muhammad ibn Zaid bercerita bahwasanya para pengoreksi tulisan-tulisan Arab dan orang-orang yang ahli bahasa di negara Arab banyak yang merujuk pada al-Kitâb Sibawaehi dan mereka berkesimpulan bahwasanya kitab Sibawaehi tidak pernah meninggalkan kosa kata yang berpatokan pada lisan orang arab kecuali pada tiga kata.
Adapun salah satu kaidah yang beliau tetapkan adalah “bahwasanya fi’il harus senantiasa dibarengi oleh isim sehingga akan membentuk suatu kalam. Dan sebaliknya, isim tidak membutuhkan fiil seperti contoh الله إلهنا و عبد الله أخونا ” ”.
PENUTUP
Demikianlah pemaparan singkat saya. Sibawaehi adalah seorang ulama bahasa populer yang mampu mengalahkan para ahli bahasa sebelum dan sesudah periodenya. Konon, al-Kitâb ini merupakan suatu kitab langka sampai di era modern. Isinya bukan hanya mencakup pembahasan Nahwu, melainkan bisa disebut sebagai buku “ensiklopedia” ilmu-ilmu kaidah bahasa yang konkrit.
Terlepas dari pemaparan di atas, perlu kiranya kita menyadari bahwa ilmu bahasa harus dikembangkan seiring kemajuan zaman. Usaha mengembangkan bahasa Arab di era kontemporer sekarang sudah dipelopori oleh, di antaranya: Abbas Aqqad, Syauqi Dhayf. Tidak dipungkiri lagi, bahasa Arab memang merupakan satu-satunya bahasa terkaya sedunia. Kesaksian ini terekam dalam Mu’jam karya Ibn Faris, yang menyebutkan bahwa setiap satu huruf hijaiyah memiliki arti yang bervariasi. Bahkan, misalnya, tercatat lafadz bahasa Arab yang mempunyai arti onta terdapat lebih dari 82 kata.
Dalam umur yang relatif dini, Sibawaehi kecil bersama keluarganya hijrah ke kota Bashrah meninggalkan tanah kelahirannya, Baidha’. Dunia metropolitan Bashrah yang menjadi basis keilmuan Islam saat itu merupakan saksi awal keilmuan Sibawaehi dibangun dan ditata. Di situlah tempat ia menuntut ilmu bersama para ulama-ulama terkemuka di zamanya hingga ajal menjemput di usia yang belum terlalu tua, tahun 180 H. Ia menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang di kota Ahwaz, Iran.
Hingar-bingar keilmuan Bashrah membuat Sibawaehi kecil kerasan alias beta, dengan tekun ia belajar Hadits dalam halaqah Syeikh Himad ibn Salamah ibn Dinar, salah seorang Muhadist termashur saat itu. Dalam kegigihan itu, Sibawaehi mendapati lahn (kesalahan-ungkap) pada pembelajaran Syeikh ketika membacakan beberapa hadist Nabi. Ia kecewa dengan sang guru. Dirinya bertekat tidak mengulangi kesalahan tersebut (lahn) sebagaimana telah dialami Syeikh Himad. Di sinilah awal Sibawaehi tergiur belajar bahasa Arab agar terhindar dari lahn yang mengjengkelkan itu.
Karya Monumental Sibawaehi: “al- Kitâb”
Hampir disetiap diktat Ilmu Nahwu yang kita pelajari tak pernah lepas dari rujukan yang bersumber dari al-Kitâb Sibawaehi. Benar juga kesaksian yang mengatakan kitab-kitab Nahwu selepas Sibawaehi tidak lebih dari sekedar pengulangan-pengulangan al-Kitâb, serasa tidak ada referensi lain selain karya dari aliran Bashrah itu. Hal ini bukti ketajaman dan ketelitian pengarang dalam mempelajari gramatika bahasa Arab.
Al-Kitâb Sibawaehi terdiri tiga juz dan terdapat 1500 bait syi’ir yang dimulai dari bab kalam dan diakhiri dengan bab jer. Konon, sejarah dinamakan al-kitab ini merupakan kumpulan tulisan Sibawaehi tentang kaidah Bahasa Arab yang lebih dominan membahasa tentang Ilmu Nahwu. Tanpa menafikan ilmu Balaghah di dalamnya. Kemudian setelah beliau wafat, maka para ulama bahasa membukukan tulisan-tulisannya dengan nama yang megah: “al-Kitâb”.
Abu Ja’far berkata, Muhammad ibn Zaid bercerita bahwasanya para pengoreksi tulisan-tulisan Arab dan orang-orang yang ahli bahasa di negara Arab banyak yang merujuk pada al-Kitâb Sibawaehi dan mereka berkesimpulan bahwasanya kitab Sibawaehi tidak pernah meninggalkan kosa kata yang berpatokan pada lisan orang arab kecuali pada tiga kata.
Adapun salah satu kaidah yang beliau tetapkan adalah “bahwasanya fi’il harus senantiasa dibarengi oleh isim sehingga akan membentuk suatu kalam. Dan sebaliknya, isim tidak membutuhkan fiil seperti contoh الله إلهنا و عبد الله أخونا ” ”.
PENUTUP
Demikianlah pemaparan singkat saya. Sibawaehi adalah seorang ulama bahasa populer yang mampu mengalahkan para ahli bahasa sebelum dan sesudah periodenya. Konon, al-Kitâb ini merupakan suatu kitab langka sampai di era modern. Isinya bukan hanya mencakup pembahasan Nahwu, melainkan bisa disebut sebagai buku “ensiklopedia” ilmu-ilmu kaidah bahasa yang konkrit.
Terlepas dari pemaparan di atas, perlu kiranya kita menyadari bahwa ilmu bahasa harus dikembangkan seiring kemajuan zaman. Usaha mengembangkan bahasa Arab di era kontemporer sekarang sudah dipelopori oleh, di antaranya: Abbas Aqqad, Syauqi Dhayf. Tidak dipungkiri lagi, bahasa Arab memang merupakan satu-satunya bahasa terkaya sedunia. Kesaksian ini terekam dalam Mu’jam karya Ibn Faris, yang menyebutkan bahwa setiap satu huruf hijaiyah memiliki arti yang bervariasi. Bahkan, misalnya, tercatat lafadz bahasa Arab yang mempunyai arti onta terdapat lebih dari 82 kata.
Langganan:
Postingan (Atom)